Menjelang tibanya bulan Ramadhan, di kalangan sebagian kaum
muslimin terdapat keyakinan dan praktik untuk bermaafan sebelum melaksanakan
shaum di bulan itu. Keyakinan dan praktik ini, menurut pengamatan kami, tidak
terlepas dari peranan sebuah hadis yang sering kali disampaikan oleh sebagian
khatib dan ustadz, baik dalam acara pengajian, buku, maupun media elektronik.
Setelah kami analisa, ternyata redaksi dan maksudnya telah menyimpang dari
maksud dan rujukan aslinya.
Berikut redaksi hadis yang keliru dan telah banyak beredar:
"Ketika Rasullullah sedang berkhutbah pada suatu shalat
Jum'at (dalam bulan Sya'ban), beliau mengatakanAamiin sampai tiga kali, dan
para sahabat begitu mendengar Rasullullah mengatakan Aamiin, terkejut dan
spontan mereka ikut mengatakan Aamiin.
Tetapi para sahabat bingung, kenapa Rasullullah berkata
Aamiin sampai tiga kali. Ketika selesai shalat Jumat, para sahabat bertanya
kepada Rasullullah, kemudian beliau menjelaskan: "ketika aku sedang
berkhutbah, datanglah Malaikat Jibril dan berbisik, hai Rasullullah aamiin-kan
doa ku ini," jawab Rasullullah.
Doa Malaikat Zibril itu adalah sbb:
"Ya Allah tolong abaikan shaum umat Muhammad, apabila
sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut:
- Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada);
- Tidak berma'afan terlebih dahulu antara suami istri;
- Tidak berma'afan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya.
Maka Rasulullah pun mengatakan Aamiin sebanyak 3 kali."
Sementara teks asli hadis itu adalah sebagai berikut:
عَنْ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ، قَالَ : صَعِدَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمِنْبَرَ ، فَقَالَ : آمِينَ آمِينَ
آمِينَ ، فَلَمَّا نَزَلَ قِيلَ لَهُ ، فَقَالَ : أَتَانِي جِبْرِيلُ ، فَقَالَ : رَغِمَ
أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ رَمَضَانَ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ أَوْ فَأَبْعَدَهُ اللَّهُ
، قُلْ : آمِينَ ، فَقُلْتُ : آمِينَ ، وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ
فَلَمْ يُدْخِلاَهُ الْجَنَّةَ أَوْ فَأَبْعَدَهُ اللَّهُ ، قُلْ : آمِينَ ، قُلْتُ
: آمِينَ ، وَرَجُلٌ ذُكِرْتَ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْكَ فَأَبْعَدَهُ اللَّهُ
، قُلْ : آمِينَ ، فَقُلْتُ : آمِينَ.
Dari ‘Ammar bin Yasir, ia berkata, “Nabi saw. naik ke atas
mimbar kemudian berkata, "Aamiin, aamiin, amiin". Maka ketika beliau
turun dari mimbar, ditanya oleh para sahabat (Kenapa engkau berkata: Aamiin,
aamiin, amiin?) maka Nabi saw. bersabda, "Telah datang malaikat Jibril
kepadaku, lalu ia berkata: 'Celaka seseorang yang masuk bulan Ramadhan tetapi
keluar dari bulan Ramadhan tidak diampuni dosanya oleh Allah, maka Allah
menjauhkannya. Katakanlah Aamiin!', maka aku berkata 'Aamiin'. Kemudian Jibril
berkata lagi, 'Celaka seseorang yang mendapatkan kedua orang tuanya masih hidup
tetapi justru tidak memasukkan dia ke surga ataw maka Allah menjauhkannya.
Katakanlah Aamiin!' maka kukatakan, 'Aamiin". Kemudian Jibril berkata
lagi, 'Celaka seseorang yang jika disebut nama engkau namun dia tidak
bershalawat kepadamu maka Allah menjauhkannya. Katakanlah ‘Aamiin!' maka
kukatakan, 'Aamiin.' (H.R. Al-Bazzar, Musnad Al-Bazzar, IV: 240, No. 1405)
Hadis itu diriwayatkan pula dengan redaksi yang berbeda oleh
Al-Bazzar dari Anas (Musnad Al-Bazzar, IV: 49, No. 3168); Ath-Thabrani dari
Ibnu Abbas (Al-Mu’jam Al-Kabir, XI: 82, No. 11.115); Al-Baihaqi dari Jabir
(Syu’ab Al-Iman, III: 309, No. 3622); Ath-Thabrani, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi
dari Ka’ab bin ‘Ujrah (Al-Mu’jam Al-Kabir, XIX: 144, No. 315; Syu’ab Al-Iman,
II: 215, No. 1572)
Kedudukan Hadis
Kata Syekh Al-Albani:
ضعيف جداً.
“Sangat dhaif”
Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir,
dari Ishaq bin Abdullah bin Kaisan, dari ayahnya, dari Sa’id bin Jubair, dari
Ibnu Abbas…
Menurut saya, “Dan sanad ini sangat dhaif, padanya terdapat
dua sebab kedaifan:
Pertama, rawi Abdullah bin Kaisan. Dia telah dinilai dhaif
oleh para ulama dan tidak ada yang menyatakan tsiqah (kredibel) selain Ibnu
Hiban, namun Ibnu Hiban pun menyatakan bahwa ia yukhti’u (keliru). Karena itu
Ibnu Hajar berkata dalam kitab Taqrib At-Tahdzib, “Shaduq yukhti’u katsiran
(dia jujur namun banyak salah)”
Kedua, rawi Ishaq putra Abdullah bin Kaisan. Dia sangat
dha’if, dan tidak ada seorang pun ulama yang menilainya tsiqah, bahkan
Al-Bukhari mengatakan, “Dia Munkar Al-Hadits.”
Meski riwayat Ath-Thabrani ini dhaif, namun matan hadis itu
shahih karena diriwayatkan melalui jalur periwayatan lain versi Ibnu Hiban,
Al-Hakim, dan lain-lain dari Ka’ab bin ‘Ujrah. (Lihat, Silsilah Al-Ahadits
Adh-Dha’ifah wa Al-Mawdhu’ah, XIV: 346-348)
Setelah memperhatikan teks asli hadis di atas, kita dapat
mengetahui bahwa hadis di atas tidak ada hubungan dengan bermaafan sebelum
shaum Ramadhan.Dengan demikian bermaafan sebelum shaum Ramadhan tidak sesuai
dengan ketentuan syariat karena tidak memiliki pijakan dalil.
Oleh Ust. Amin Saefullah Muchtar